2.1 Keamanan Pangan
Salah satu sasaran pengembangan di bidang pangan adalah terjaminnya pangan yang dicirikan oleh terbebasnya masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan.
Hal ini secara jelas menunjukkan upaya untuk melindungi masyarakat dari pangan yang tidak memenuhi standar dan persyaratan kesehatan. Sasaran program keamanan pangan adalah: (1) Menghindarkan masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan, yang tercermin dari meningkatnya pengetahuan dan kesadaran produsen terhadap mutu dan keamanan pangan; (2) Memantapkan kelembagaan pangan, yang antara lain dicerminkan oleh adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur keamanan pangan; dan (3) Meningkatkan jumlah industri pangan yang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan data yang dikeluarkan Badan Agrobisnis Departemen Pertanian (1998) tahun 1995, dari 763 kasus penahanan (detention) senilai 100 juta dollar AS lebih, ada 514 kasus senilai 82,6 juta dollar AS atau 82,6 persen berasal dari produk chocolate and chocolate products yang ditolak di AS. Sama halnya dengan produk perikanan, ada 192 kasus senilai 17,6 juta dollar AS dari seluruh nilai kasus penolakan ekspor ke AS.
Masalah keamanan pangan menjadi alasan klasik untuk menahan komoditas ekspor pertanian dan pangan olahan asal Indonesia . Bagaimana komoditas itu mulai dari produk perikanan, hortikultura, perkebunan, dan pangan olahan, tercemar kotoran dan bulu binatang mengerat, serangga, kontaminasi kimia, jamur, logam berat, tanpa label, dan mengalami dekomposisi. Berbagai macam kerusakan ini menunjukkan, industri pangan nasional belum menjalankan secara baik sistem pengendalian mutu yang menjamin keamanan pangan.
Semakin majunya teknologi pertanian belakangan ini, pemakaian pestisida, pupuk kimia, penggunaan obat-obatan ternak dan hormon pertumbuhan makin banyak digunakan untuk meningkatkan produktivitas. Sayang, berbagai paket teknologi ini dapat mencemari produk primer pertanian. Sayur-sayuran dan buah-buahan boleh menjadi contoh yang disebut memiliki residu pestisida tinggi akibat pemakaian intensif racun hama, yang pada gilirannya bisa membahayakan kesehatan konsumen. Jika suatu bahan pangan sudah tidak aman lagi dikonsumsi, maka kandungan gizi, kelezatan, dan penampilan kemasan yang menarik tak ada artinya lagi. Ujung-ujungnya, komoditas itu harus dimusnahkan dan yang menanggung kerugian adalah petani produsen.
Gambaran keadaan keamanan pangan selama tiga tahun terakhir secara umum adalah: (1) Masih dtiemukan beredarnya produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan; (2) Masih banyak dijumpai kasus keracunan makanan; (3) Masih rendahnya tanggung jawab dan kesadaran produsen serta distributor tentang keamanan pangan yang diproduksi/diperdagangkannya; dan (4) Masih kurangnya kepedulian dan pengetahuan konsumen terhadap keamanan pangan.
2.2 Jaminan Mutu
Keamanan pangan bersifat dinamis dan berhubungan dengan kesehatan masyarakat. Ketika kecukupan pangan (food security) belum tercapai, apresiasi terhadap keamanan pangan relatif rendah. Sebaliknya saat persediaan pangan melimpah, apresiasi terhadap keamanan pangan relatif amat tinggi. Maka tak perlu heran, bila masyarakat di negara-negara maju-secara ekonomi sudah makmur dan penghargaan terhadap kesehatan tinggi-menerapkan persyaratan keamanan pangan pada prioritas pertama. Mereka dalam memilih ma-kanan, tidak lagi semata pada harga, gizi, dan kelezatan, tetapi aman tidaknya terhadap kesehatan tubuh menjadi prioritas utama.
Seiring dengan itu, jika tujuan ekspor komoditas pertanian kita adalah negara-negara maju, sudah saatnya kita menerapkan sistem pengawasan mutu sejak tingkat produksi, di tingkat pengolahan dan distribusi, sehingga menjamin produk itu aman dikonsumsi.
Di tingkat produksi, masalah keamanan pangan timbul karena petani belum menerapkan atau belum mengetahui sama sekali Good Agricultural Practices (GAP) dan Good Handling Practices (GHP). Yaitu cara-cara bertani dan penanganan hasil pertanian secara baik, sehingga tidak tercemar bahan kimia berbahaya (pestisida), logam berat, jamur dan kotoran, dan bulu binatang mengerat. Penggunaan hormon pertumbuhan yang berlebihan atau penggunaan antibiotik sebagai pengawet juga merupakan masalah keamanan pangan yang kerap digunakan untuk menolak produk ekspor pertanian asal Indonesia .
Di tingkat pengolahan, pencetus masalah keamanan pangan adalah kondisi higien dan sanitasi peralatan pengolahan yang memprihatinkan di hampir seluruh industri pangan kecil dan menengah. Peraturan-peraturan yang sudah dimuat dalam payung GMP (Good Manufacturing Practices) atau pedoman cara berproduksi yang baik belum ditaati dan dilakukan secara baik. Padahal GMP adalah penuntun pelaksanaan sanitasi dasar dalam industri pangan. Demikian juga sistem jaminan mutu HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Points) atau analisis bahaya dan pengendalian pada titik kritis, belum dipahami secara baik. Analisis dalam sistem HACCP merupakan sistem pengawasan yang bersifat mencegah kontaminasi produk bahan-bahan berbahaya. Dengan menentukan titik peka yang dapat menimbulkan bahaya dalam proses, dapat dilakukan tindakan pencegahan untuk menghasilkan produk olahan pangan yang aman.
Penerapan sistem jaminan mutu dalam industri pangan mulai di tingkat produksi, pengolahan dan distribusi, diyakini dapat menjamin keamanan pangan. Di era globalisasi, sistem jaminan mutu GAP/GHP, GMP dan HACCP mutlak dilaksanakan dengan baik pada industri pangan yang berorientasi ekspor sebab dapat mencegah penolakan dan kerugian. Peran lembaga pendidikan baik formal maupun informal perlu dilibatkan dalam memberi pelatihan tentang sanitasi, higiene, GAP/GHP, GMP dan HACCP sehingga semua pelaku industri pangan menyadari betapa pentingnya keamanan pangan bagi masyarakat yang kian maju peradabannya di era perdagangan bebas ini. Penerapan sistem jaminan mutu dalam industri pangan mulai di tingkat produksi, pengolahan dan distribusi, diyakini dapat menjamin keamanan pangan. Di era globalisasi, sistem jaminan mutu GAP/GHP, GMP dan HACCP mutlak dilaksanakan dengan baik pada industri pangan yang berorientasi ekspor sebab dapat mencegah penolakan dan kerugian. Peran lembaga pendidikan baik formal maupun informal perlu dilibatkan dalam memberi pelatihan tentang sanitasi, higiene, GAP/GHP, GMP dan HACCP sehingga semua pelaku industri pangan menyadari betapa pentingnya keamanan pangan bagi masyarakat yang kian maju peradabannya di era perdagangan bebas ini.
2.3 Produk Pangan yang Tidak Memenuhi Persyaratan
Dari jumlah produk pangan yang diperiksa ditemukan sekitar 9,08% - 10,23% pangan yang tidak memenuhi persyaratan. Produk pangan tersebut umumnya dibuat menggunakan bahan tambahan pangan yang dilarang atau melebihi batas penggunaan merupakan pangan yang tercemar bahan kimia atau mikroba; pangan yang sudah kadaluwarsa; pangan yang tidak memenuhi standar mutu dan komposisi serta makanan impor yang tidak sesuai persyaratan. Dari sejumlah produk pangan yang diperiksa tercatat yang tidak memenuhi persyaratan bahan pangan adalah sekitar 7,82% - 8,75%. Penggunaan bahan tambahan makanan pada makanan jajanan berada pada tingkat yang cukup menghawatirkan karena jumlah yang diperiksa sekitar 80%-nya tidak memenuhi persyaratan.
Penggunaan bahan tambahan yang tidak sesuai diantaranya adalah: (1) Pewarna berbahaya (rhodamin B. methanyl yellow dan amaranth) yang ditemukan terutama pada produk sirop, limun, kerupuk, roti, agar/jeli, kue-kue basah, makanan jajanan (pisang goreng, tahu, ayam goreng dan cendol). Dari sejumlah contoh yang diperiksa ditemukan 19,02% menggunakan pewarna terlarang; (2) Pemanis buatan khusus untuk diet (siklamat dan sakarin) yang digunakan untuk makanan jajanan. Sebanyak 61,28% dari contoh makanan jajanan yang diperiksa menggunakan pemanis buatan; (3) Formalin untuk mengawetkan tahu dan mie basah; dan (4) Boraks untuk pembuatan kerupuk, bakso, empek-empek dan lontong.
Pestisida, logam berat, hormon, antibiotika dan obat-obatan lainnya yang digunakan dalam kegiatan produksi pangan merupakan contoh cemaran kimia yang masih banyak ditemukan pada produk pangan, terutama sayur, buah-buahan dan beberapa produk pangan hewani. Sedangkan cemaran mikroba umumnya banyak ditemukan pada makanan jajanan, makanan yang dijual di warung-warung di pinggir jalan, makanan katering, bahan pangan hewani (daging, ayam dan ikan) yang dijual di pasar serta makanan tradisional lainnya. Hasil pengujian di 8 Balai Laboratorium Kesehatan Propinsi menemukan 23,6% contoh makanan positif mengandung bakteri Escheresia coli, yaitu bakteri yang digunakan sebagai indikator sanitasi.
Peredaran produk pangan yang tidak memenuhi standar mutu dan komposisi masih banyak pula ditemukan. Dari sejumlah contoh garam beryodium yang diperiksa sekitar sebanyak 63,30%-48,73% contoh tidak memenuhi persyaratan kandungan KlO3.
Produk pangan impor yang tidak memenuhi persyaratan masih banyak yang beredar di pasaran. Survei tahun 1998 menemukan sejumlah 69,2% tidak mempunyai nomor ML (izin peredaran dari Departemen Kesehatan) dan 28,1% tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa. Ditemukan pula sayuran dan buah-buahan impor yang mengandung residu pestisida yang cukup tinggi serta mikroba dalam jumlah dan jenis yang tidak memenuhi persyaratan pada produk pangan hewani.
2.4 Keselamatan makanan di Berbagai Negara
Keselamatan makanan adalah disiplin ilmiah menjelaskan penanganan, persiapan dan penyimpanan makanan dengan cara-cara yang mencegah penyakit makanan. Ini termasuk sejumlah rutinitas yang harus diikuti untuk menghindari kemungkinan parah kesehatan. Makanan dapat menularkan penyakit dari orang ke orang dan juga berfungsi sebagai medium untuk pertumbuhan bakteri yang dapat menyebabkan keracunan makanan. Perdebatan tentang keselamatan makanan genetis termasuk persoalan seperti dampak genetically modified makanan pada kesehatan generasi selanjutnya dan genetik polusi lingkungan, yang bisa merusak alam keanekaragaman hayati. Di negara-negara maju ada standar sulit untuk persiapan makanan, sedangkan di negara-negara kurang berkembang isu utama yang cukup memadai ketersediaan air bersih, yang biasanya kritis item.
2.4.1 Kerajaan Inggris
Inggris Makanan Badan Standarisasi adalah badan yang bertanggung jawab atas keselamatan makanan kebijakan dan perundangan yang berlaku, dengan penegakan hukum yang dilakukan oleh 'Makanan Otoritas' yang merupakan pihak yang berwenang, dan dalam memandang impor, pelabuhan kesehatan berwenang. Badan memberikan petunjuk dan informasi kepada perusahaan-perusahaan makanan serta badan hukum, dan kendaraan umum kampanye bertujuan untuk memberitahukan kepada masyarakat tentang keselamatan makanan.
Resmi kontrol makanan diatur oleh hukum pidana, dengan undang-undang dasar utama dalam bentuk undang-undang Keamanan Pangan 1990. Terdapat rakit yang subordinat peraturan, banyak yang melaksanakan Uni Eropa arahan dan peraturan, prescribing persyaratan kebersihan, batas contaminants, kontrol atas penggunaan tambahan, dan persyaratan label, bersama dengan hal-hal lain yang terkait seperti makanan kualitas dan keasliannya.
Peraturan kontrol oleh otoritas makanan adalah berdasarkan pemeriksaan di lokasi supplemented oleh sampel makanan untuk analisis oleh publik analis (analisis kimia untuk contaminants dll) dan makanan examiners (microbiological ujian untuk bakteri)
2.4.2 Australia
Makanan Australia Otoritas bekerja menuju memastikan bahwa semua perusahaan-perusahaan makanan menerapkan sistem keselamatan makanan untuk memastikan makanan yang aman untuk mengkonsumsi dalam tawaran ke mempersinggahkan meningkatnya insiden keracunan makanan, ini termasuk pelatihan dasar keselamatan makanan untuk setidaknya satu orang di masing-masing bisnis. Smart bisnis operator tahu bahwa pelatihan dasar keselamatan makanan meningkatkan bottom line, staf mengambil lagi kebanggaan dalam pekerjaan mereka; ada sedikit sampah, dan para pelanggan dapat memiliki keyakinan dalam mengkonsumsi makanan mereka. Keamanan Pangan pelatihan unit kompetensi yang relevan dari pelatihan paket, harus disampaikan oleh Organisasi Pelatihan Terdaftar (RTO) untuk memungkinkan staf yang akan dikeluarkan dengan nasional diakui unit kompetensi kode pada sertifikat. Pelatihan pilihan yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan semua orang. Pelatihan dapat dilakukan di rumah untuk satu grup, di kelas umum, melalui korespondensi atau online. (Untuk mencari Keamanan Pangan Pelatihan tersedia pencarian Google atau menghubungi Dinas Kesehatan setempat) Dasar Keamanan Pangan Pelatihan meliputi:
• Memahami bahaya utama yang terkait dengan jenis makanan dan kondisi untuk mencegah pertumbuhan bakteri yang menyebabkan keracunan makanan
• Masalah-masalah yang berhubungan dengan produk kemasan seperti kebocoran dalam kemasan vacuum, kerusakan kemasan atau hama kutu, serta masalah dan penyakit menular oleh hama .
• Aman Makanan penanganan. Aman ini mencakup prosedur untuk setiap proses seperti penerimaan kembali packing, penyimpanan makanan, persiapan dan memasak, pendinginan dan pemanasan kembali, menampilkan produk, penanganan produk ketika melayani pelanggan, kemasan, membersihkan dan sanitizing, pengendalian hama, transportasi dan pengiriman. Juga menjadi penyebab kontaminasi silang.
• Catering untuk pelanggan yang sangat beresiko makanan-borne penyakit, termasuk alergi dan intoleransi.
• Correct sanitizing dan prosedur pembersihan, pembersihan dan produk mereka benar digunakan, dan penyimpanan barang-barang seperti pembersihan brushes, mops dan kain.
• Pribadi kebersihan, mencuci tangan, penyakit, dan pakaian pelindung.
2.4.3 Amerika Serikat
Di Amerika Serikat, federal peraturan tentang makanan dan keselamatan bagi yang rumit, menurut laporan dari Februari 2007 Pemerintah Akuntabilitas Office. [4] Terdapat 15 badan pengawasan berbagi tanggung jawab dalam sistem keamanan makanan, meskipun dua lembaga utama adalah US Department of Agriculture (USDA) dan Keamanan Pangan Inspeksi Layanan (FSIS), yang bertanggung jawab atas keselamatan daging, unggas, telur dan produk olahan, dan Food and Drug Administration (FDA), yang bertanggung jawab untuk hampir semua makanan.
he Food Safety Inspection Service dan memiliki sekitar 7800 personil inspeksi program yang bekerja di hampir 6.200 federally memeriksa daging, ayam dan telur segi diproses. FSIS dengan dikenakan biaya administrasi dan menegakkan Federal Meat Inspection Act, yang Inspeksi Unggas Produk Undang-Undang, dengan Undang-Undang Egg Produk Inspeksi, bagian dari Agricultural Marketing Act, yang manusiawi Metode Slaughter Undang-undang, dan peraturan yang melaksanakan undang-undang tersebut. FSIS inspeksi program personil memeriksa setiap binatang sebelum menyembelih, dan setiap karkas setelah membantai untuk memastikan kesehatan masyarakat yang memenuhi persyaratan. Dalam tahun anggaran (TA) 2008, ini termasuk sekitar 50 miliar pound dari ternak carcasses, sekitar 59 miliar pound dari unggas carcasses, dan sekitar 4,3 miliar pound dari produk telur diproses. AS di perbatasan, mereka juga memeriksa 3,3 miliar pound dari impor daging dan produk unggas.
2.5 Fenomena Makanan Siap Saji
Kemajuan ilmu dan teknologi berkembang dengan pesat diberbagai bidang, termasuk dalam bidang pangan, kemajuan teknologi ini membawa dampak positif maupun negatif. Dampak positif teknologi tersebut mampu meningkatkan kuantitas dan kualitas pangan, juga meningkatkan diversivikasi, hygiene, sanitasi, praktis dan lebih ekonomis. Dampak negatif kemajuan teknologi tersebut ternyata cukup besar bagi kesehatan konsumen dengan adanya penggunaan zat aditif yang berbahaya.
Pola kehidupan masa kini dicirikan dengan tingginya biaya hidup, emansipasi atau karena alasan lain menyebabkan wanita bekerja diluar rumah. Data statistik tahun 2002 menunjukkan bahwa wanita yang bekerja pada angkatan kerja berjumlah 33,06 juta atau 44,23% dari jumlah total usia wanita antara 15-60 tahun (BPS, 2002). Wanita sebagai ibu rumah tangga dan sebagian lain berprofesi bekerja di luar rumah, karena keterbatasan waktu dan kesibukan, serta sulitnya mencari pramuwisma menyebabkan makanan siap saji menjadi menu utama sehari-hari di rumah.
Ritme kehidupan yang menuntut segala sesuatu serba cepat, waktu terbatas, anak harus pergi sekolah sementara ibu dan bapak harus segera berangkat kerja, sebagai jalan pintas untuk sarapan disediakanlah makanan siap saji yang memakan waktu penyiapan 3 sampai 5 menit. Siang hari pulang sekolah ibu dan bapak masih bekerja dikantor, anak-anak kembali menikmati makanan siap saji ini. Selain mudah disajikan makanan ini umumnya mempunyai cita rasa yang gurih dan umumnya disukai, terutama oleh anak-anak usia sekolah. Masalah lain yang jadi fenomena dimasyarakat adalah tersedianya berbagai jajanan yang dikemas dapat dipastikan “kaya” zat aditif. Tercatat 13 jenis snack mengandung bahan aditif dalam kandungan yang cukup tinggi.
2.6 Pengertian Makanan Siap Saji
Makanan siap saji yang dimaksud adalah jenis makanan yang dikemas, mudah disajikan, praktis, atau diolah dengan cara sederhana. Makanan tersebut umumnya diproduksi oleh industri pengolahan pangan dengan teknologi tinggi dan memberikan berbagai zat aditif untuk mengawetkan dan memberikan cita rasa bagi produk tersebut. Makanan siap saji biasanya berupa lauk pauk dalam kemasan, mie instan, nugget, atau juga corn flakes sebagai makanan untuk sarapan.
2.6.1 Zat Aditif Makanan
Zat aditif adalah bahan kimia yang dicampurkan ke dalam makanan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas, menambahkan rasa dan memantapkan kesegaran produk tersebut.
Menurut Majeed (1996) zat aditif dapat dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu: 1) agen emulsi yaitu aditif yang berbahan lemak dan air contohnya lecitin 2) agen penstabil dan pemekat contohnya alginat dan gliserin, 3) agen penghalang kerak untuk mencegah penggumpalan, 4) agen peningkatan nutrisi contohnya berbagai vitamin, 5) agen pengawet contohnya garam nitrat dan nitrit, 6) agen antioksidan contohnya vitamin C dan E ; BHT (Butylated Hydroxy-Toluen) dan BHA Butylated Hydroxy-Anisol), 7) agen pengembang untuk roti dan bolu, agen penyedap rasa contoh monosodium glutamat (MSG), 9) bahan pewarna.
Selain kesembilan zat aditif diatas Denfer (2001) juga menyatakan terdapat bahan lain yang ditambahkan dalam makanan diantaranya: 1) agen peluntur, 2) lemak hewani, 3) bahan pengasam, 4) bahan pemisah, 5) pati termodifikasi, 6) alkohol, dan 7) gelatin .
2.6.2 Kemasan Makanan
Kemasan makanan adalah wadah atau tempat makanan agar kualitas makanan tetap baik, meningkatkan penampilan produk, dan memudahkan transportasi.
Sampai saat ini menurut Ketua Federasi Pengemasan Indonesia Hengky Darmawan di Indonesia sistem pengemasannya baru 10% yang sesuai aturan SNI. Pemilihan jenis kemasan harus memperhatikan food grade dan food safety.
Beberapa faktor yang mempengaruhi produsen dalam memilih kemasan adalah tampil menarik, mampu melindungi produk yang dikemas, dan pertimbangan ekonomis. Bahan yang digunakan selama ini berupa plastik atau styrofoam (pembungkus mie instant dan nugget), PVC (polyvinyl clorida untuk pembungkus kembang gula), kaleng (makanan buah, susu, makanan lauk-pauk).
2.7 Mie Instant Contoh Fenomena Makanan Siap Saji
Mi telah lama dikenal dan dikembangkan oleh masyarakat Cina dan Jepang sejak 5000-an tahun yang lalu. Bangsa Asia, khususnya masyarakat Indonesia telah menganggap mi sebagai salah satu makanan pokok. Berdasarkan jenisnya, mi digolongkan menjadi tiga, yaitu mi basah, mi kering dan mi instan. Di Indonesia, mi instan merupakan salah satu jenis mi yang populer. Rasanya yang lezat serta proses penyajian yang mudah dan cepat membuat mi instan digemari dan berpotensi besar sebagai salah satu bahan makanan substitusi parsial bagi makanan pokok beras.
2.7.1 Aneka Jenis Mie Instant
Secara umum mie dapat digolongkan menjadi dua, mie kering dan mie basah. Baik yang dalam kemasan Polietilen maupun dalam kemasan polysteren yang dikenal juga sebagai sterofoam. Pada umumnya mie basah adalah mie yang belum di masak (nama-men) kandungan airnya cukup tinggi dan cepat basi, jenis mie ini biasanya hanya tahan 1 hari . Kategori kedua adalah mie kering (kan-men), seperti ramen, soba dan beragam mie instant yang banyak kita jumpai di pasaran. Dilihat dari bahan dasarnya, mie dapat dibuat dari berbagai macam tepung, seperti tepung terigu, tepung tang mien, tepung beras, tepung kanji, tepung kacang hijau dll. Dari jenis tepung di atas, mie dari tepung terigu paling banyak digunakan khususnya untuk membuat mie instan. Adapun komposisi bahanya adalah tepung terigu, air, telur, garam dapur dan air abu atau air ki untuk pengenyal. Proses pembuatan mie melalui beberapa tahap. Pertama adalah tahap pencampuran. Dalam proses ini semua bahan di campur menjadi satu sampai terbentuk adonan. Berikutnya adalah tahap pengulian adonan diuleni sampai terbentuk adonan yang kalis, licin dan transparan. Setelah itu adonan dibentuk atau dipotong sesuai dengan jenis mie yang akan di buat.
Jenis- jenis mie instant antara lain:
• Cellophane noodles. Kita lebih mengenal Cellophane noodles dengan sebutan suun. Suun dibuat dari campuran tepung kentang dan tepung kacang hijau. Mie jenis ini sangat lunak teksturnya, cocok untuk olahan sop, suun goreng atau untuk isi pastel. Suun di jual dalam bentuk kering, rendam di dalam air panas sampai lembut dan suun siap di olah menjadi berbagai macam masakan.
• Mie Telur. Mie ini di buat dari tepung terigu jenis hard wheat dan diperkaya dengan telur. Biasanya dijual dalam kondisi kering dengan bentuk bulat maupun pipih.
• Hokkien Noodles. Sering disebut dengan mie Hong Kong. Bentuknya menyerupai mie telur bulat dan halus. Biasanya dijual dalam kondisi basah dalam kemasan kedap udara. Mie ini sangat cocok untuk dibuat mie goreng atau mie rebus.
• Ramen. Orang menyebutnya mie keriting Cina. Dijual dalam kondisi kering dalam kemasan mie instan. Sangat cocok diolah sebagai mie goreng atau mie kuah.
• Rice stick noodles. Di sini lebih populer dengan sebutan kwetiau. Mie ini dibuat dari terpung beras dan air. Di pasaran dapat kita jumpai dalam bentuk kering dan basah. Kwetiau sangat cocok untuk dibuat kwietiau goreng maupun kuah.
• Somen noodles. Mi ini berasal dari Jepang, terbuat dari tepung gandum dan minyak. Teksturnya sangat lembut dan rasanya gurih. Somen dijual dalam bentuk kering, rupanya menyerupai lidi dan sangat rapuh. Cocok untuk masakan Jepang yang berkuah.
• Soba noodles. Terkenal dengan sebutan mi Jepang. Bentuknya hampir sama seperti mie somen namun warnannya keabu-abuan atau hijau tua(mengandung sari teh hijau). Biasanya dijual dalam bentuk kering, sangat cocok untuk hidangan mie kuah.
• Rice Vermicelli. Mie ini sangat populer di Indonesia, kebanyakan orang menyebutnya dengan bihun. Bihun terbuat dari tepung baeras, warnanya putih bersih dan teksturnya sangat lembut. Mie ini sangat mudah matang jadi tidak perlu di rebus, direndam air panas sudah cuku. Biasanya dijual dalam bentuk kering dalam kemasan plastik. Cocok untuk isi soup dan bihun goring.
• Mie shoa. Sejenis mie asal Cina. Terbuat dari tepung beras, mie ini berwarna putih terang dan sangat mudah matang. dapat digunakan langsung di dalam masakan seperti soup atau sebagai snack seperti misoa goring.
• Wonton. Di sini lebih dikenal dengan sebutan kulit pangsit. Dijual dalam bentuk basah dalam kemasan plastik. Bentuknya segi empat, biasanya diolah dengan beragam isi, baik itu di kukus, di rebus maupun digoreng.
2.7.2 Kandungan Gizi Mie Instant
Mie merupakan bahan pangan yang cukup potensial, selain harganya relatif murah dan praktis mengolahnya, mie juga mempunyai gandungan gizi yang cukup baik. Di dalam 100 gr mie kering terkandung 338 Kal, protein 7.6g, lemak 11.8g, karbohidrat 50.0g, mineral 1.7mg dan kalsium 49 mg. Ditilik dari kandungan gizinya, mie rendah akan kandungan kalorinya sehingga cocok untuk orang yang sedang menjalani diet rendah kalori.
2.7.3 Mie Instant Alternatif lain Sumber Karbohidrat
Mie instan belum dapat dianggap sebagai makanan penuh (wholesome food) karena belum mencukupi kebutuhan gizi yang seimbang bagi tubuh. Mie yang terbuat dari terigu mengandung karbohidrat dalam jumlah besar, tetapi kandungan protein, vitamin, dan mineralnya hanya sedikit. Pemenuhan kebutuhan gizi mie instan dapat diperoleh jika ada penambahan sayuran dan sumber protein. Jenis sayuran yang dapat ditambahkan adalah wortel, sawi, tomat, kol, atau tauge. Sumber proteinnya dapat berupa telur, daging, ikan, tempe, atau tahu. Satu takaran saji mi instan yang berjumlah 80 gram dapat menyumbangkan energi sebesar 400 kkal, yaitu sekitar 20% dari total kebutuhan energi harian (2.000 kkal). Energi yang disumbangkan dari minyak berjumlah sekitar 170-200 kkal. Hal lain yang kurang disadari adalah kandungan minyak dalam mie instan yang dapat mencapai 30% dari bobot kering. Hal tersebut perlu diwaspadai bagi penderita obesitas atau mereka yang sedang menjalani program penurunan berat badan.
2.7.4 Proses Pembuatan Mie Instant
bahan baku utama mi instant adalah tepung terigu, namun dalam proses pembuatannya, dipakai juga minyak sayur, garam, natrium polifosfat (pengemulsi, penstabil dan pengental), natrium karbonat dan kalium karbonat (keduanya pengatur keasaman), tartrazine (pewarna kuning). Kemudian agar mie ini memiliki citra rasa tertentu, maka ada yang ditambah dengan natrium polifosfat dicampur guar gum. Bahan lain misalnya karamel, hidrolisat protein nabati, ribotide, zat besi dan asam malat yang fungsinya aku tidak mengetahuinya. Selain itu ada tambahan food additive, yaitu bahan-bahan kimia yang ditambahkan ke dalam proses pengolahan makanan, dengan tujuan agar makanan tersebut memiliki sifat-sifat tertentu. Setelah itu, dilakukanlah pemprosesan dengan dilipat, digoreng dan dikeringkan dalam oven panas dan dari penggorengan inilah yang membuat mie mengandung lemak.
Berikut adalah proses pembuatan mie instan:
a.) Mixer 1 berfungsi untuk mengaduk campuran bahan baku sebagai bahan dasar.
b.) Mixer 2 berfungsi untuk mengaduk adonan lebih rata yang dihasilkan dari mixer 1 supaya dapat dimasukkan ke double sheet roller secara kontinyu.
c.) Double sheet combining machine berfungsi untuk mengatur supaya ketebalan adonan mie dapat diproses kembali menuju continuous roller.
d.) Continuous press roller terdiri dari 6 buah rolleryang berfungsi mengatur ketebalan adonan dari satu tahap ke tahap berikutnya supaya menjadi lebih tipis.
e.) Steamer conveyor berfungsi untuk mensteam adonan yang sudah dalam bentuk mie yang kemudian diangkut menggunakan conveyor menuju ke bagian steamer.
f.) Friyer adalah penggorengan yang menggunakan minyak kelapa sebagai media penggorengan.
g.) Cooling adalah tempat untuk mendinginkan hasil produksi berupa mie yang keluar dari penggorengan dengan menggunakan kipas sebagai media pendingin.
h.) Noodle transfer device adalah media tempat pembagian mie yang telah didinginlkan untuk diteruskan menuju proses pembungkusan dengan menggunakan mesin packaging yang terbagi menjadi beberapa jalur yang berfungsi supaya mie yang akan dibungkus dapat secara satu persatu masuk kedalam mesin pembungkus (wrapping machine).
2.7.5 Mie Instant dan Bahan Pengawet
Sebagai salah satu makanan populer yang memiliki daya simpan yang baik dan digemari oleh berbagai kalangan, mi instan sering dipertanyakan apakah menggunakan bahan pengawet dalam proses pembuatannya.
Proses pembuatan blok mi Indomie dilakukan secara higienis dan tidak menggunakan bahan pengawet apapun. Proses pengawetannya dilakukan dengan cara pengeringan, yaitu digoreng dalam minyak goreng bersuhu tinggi, yang dikenal dengan proses pengeringan deep frying. Atau bisa juga dengan proses pengeringan menggunakan hot air drying. Sebagian besar produk mi instant yang diproduksi secara komersial diawetkan melalui proses deep frying.
Kelemahan dari konsumsi mie instan adalah kandungan natriumnya yang tinggi. Natrium yang terkandung dalam mie instan berasal dari garam (NaCl) dan bahan pengembangnya. Bahan pengembang yang umum digunakan adalah natrium tripolifosfat, mencapai 1% dari bobot total mie instan per takaran saji. Natrium memiliki efek yang kurang menguntungkan bagi penderita maag dan hipertensi. Bagi penderita maag, kandungan natrium yang tinggi akan menetralkan lambung, sehingga lambung akan mensekresi asam yang lebih banyak untuk mencerna makanan. Keadaan asam lambung yang tinggi akan berakibat pada pengikisan dinding lambung dan menyebabkan rasa perih. Sedangkan bagi penderita hipertensi, natrium akan meningkatkan tekanan darah karena ketidakseimbangan antara natrium dan kalium (Na dan K) di dalam darah dan jaringan.
2.7.6 Bahaya Mie Instant
Produk pangan kering sebagian besar memiliki kadar air yang rendah sehingga lebih tahan terhadap serangan bakteri, terlebih apabila pengemasan dan penyimpanannya baik. Potensi kerusakan terjadi terutama pada produk kering yang disimpan terlalu lama. Selain timbul bau tengik akibat oksidasi lemak, produk juga akan menjadi lunak karena peningkatan kadar air. Dalam keadaan demikian produk akan mudah ditumbuhi kapang.
Produk-produk pasta dan saus umumnya memiliki umur simpan yang tinggi. Sebab, walaupun memiliki kadar air tinggi, aktivitas airnya rendah. Hal ini yang menyebabkan sedikitnya jenis bakteri yang mampu menyerang produk-produk pasta dan saus. Meskipun demikian, masih ada golongan mikroba yang dapat menyerang, seperti kapang dan kamir. Peluang serangan kapang lebih besar daripada khamir. Serangan kapang, seperti telah dijelaskan pada bagian serealia dan kacang-kacangan, dapat menyebabkan tumbuhnya mikotoksin yang berpotensi menimbulkan kanker apabila dikonsumsi secara terus-menerus.
World Health Organization (WHO) dan Food and Agricultural Organization (FAO) menyatakan bahwa ancaman potensial dari residu bahan makanan terhadap kesehatan manusia dibagi dalam 3 katagori yaitu:
1) aspek toksikologis, katagori residu bahan makanan yang dapat bersifat racun terhadap organ-organ tubuh.
2) aspek mikrobiologis, mikroba dalam bahan makanan yang dapat mengganggu keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan.
3) aspek imunopatologis, keberadaan residu yang dapat menurunkan kekebalan tubuh.
2.7.7 Bahaya Pembungkus Sterofoam Pada Mie Instant
Divisi Keamanan Pangan Pemerintah Jepang mengungkapkan bahaya residu styrofoam dalam makanan secara ilmiah bahwa styren dimer dan styren trimer terbukti dapat menyebabkan Endocrine Disruption. Endocrine Disruption Chemical (EDC) merupakan penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada sistem endokrinologi dan reproduksi pada manusia, yang disebabkan oleh bahan kimia yang bersifat karsinogen dalam makanan
Residu “Styrofoam” Semakin Berbahaya bagi Kesehatan
Gizi.net – Prof Dr FG Winarno mengemukakan, residu bahan pengemas baik dalam bentuk monomer, dimer; maupun trimer yang sering dicurigai mempunyai potensi bahaya terhadap kesehatan manusia—terutama dianggap sebagai karsinogenik—berdasarkan hasil penelitian belakangan ini semakin diyakini bahwa memang berpotensi demikian.
Gizi.net – Prof Dr FG Winarno mengemukakan, residu bahan pengemas baik dalam bentuk monomer, dimer; maupun trimer yang sering dicurigai mempunyai potensi bahaya terhadap kesehatan manusia—terutama dianggap sebagai karsinogenik—berdasarkan hasil penelitian belakangan ini semakin diyakini bahwa memang berpotensi demikian.
Berhubung EDC belum ditemukan pencegahannya terhadap bahaya kesehatan manusia, maka pencarian alternatif bahan pengemas lain harus menjadi fokus bangsa Indonesia.
2.7.8 Bahaya Pewarna Makanan Pada Mie Instant
Pewarna makanan adalah substansi yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mengubah warna makanan itu. Pewarna makanan umumnya digunakan ketika kita memasak makanan.
Hingga detik ini pewarna makanan masih menjadi bahan tambahan makanan yang masih digunakan luas oleh masyarakat. Atas alasan tersebut, tidak sedikit dari perusahaan pengolah makanan menggunakan pewarna makanan untuk produknya. Selain memiliki peran utama yaitu mengubah warna produk yang menggunakannya, pewarna makanan memiliki kegunaan khusus di dalam makanan seperti Mencegah kerugian kehilangan warna produk akibat radiasi cahaya, udara, temperatur ekstrim, kelembaban, dan kondisi penyimpanan.
Pada umumnya, pewarna makanan dibedakan menjadi dua berdasarkan pada formulasi penyusunnya, yaitu pewarna makanan alami dan pewarna makanan sintetis (buatan). Pewarna makanan alami adalah pewarna makanan yang didapatkan dari bahan-bahan alami melalui proses yang terjadi secara alamiah. Sementara Pewarna makanan sintetis (buatan) adalah pewarna makanan yang dihasilkan dari senyawa-senyawa kimia yang dibuat melalui proses atau reaksi kimia. Beberapa contoh pewarna makanan alami adalah sebagai berikut: annatto (yellow/orange), carotene (orange), beetroot (pink/blue/red), chlorophyllin (green), beta carotene (yellow/orange), curcumin (yellow), carmine (red), lycopene (reddish orange), carminic acid (orange/red), lutein (Yellow), anthocinin (red/purple), capsanthin (red/orange).
2.7.9 Titik Kritis Mie Instant
Titik kritis kehalalan pada mie instan terletak pada semua bahan yang digunakannya. Tepung terigu pun bisa tercemar bahan haram. Saat ini tepung terigu difortifikasi (diperkaya) dengan vitamin, sedangkan vitamin sifatnya banyak yang tidak stabil sehingga harus dicoating (dilapisi). Salah satu bahan pelapis yang harus diwaspadai adalah gelatin, yang kemungkinan berasal dari babi. Selain itu sumber vitamin juga harus jelas, apakah berasal dari hewan, tumbuhan atau mikroorganisme.
Bahan-bahan lain yang harus diwaspadai adalah:
1.) bumbu dan pelengkap
Bumbu yang digunakan antara lain adalah MSG atau vetsin. Titik kritisnya adalah pada media mikrobial, yaitu media yang digunakan untuk mengembangbiakkan mikroorganisme yang berfungsi memfermentasi bahan baku vetsin. Sedangkan bahan pelengkap mie instan adalah bahan-bahan penggurih yaitu HVP dan yeast extract. HVP atau hidrolized vegetable protein merupakan jenis protein yang dihidrolisasi dengan asam klorida ataupun dengan enzim. Sumber enzim inilah yang harus kita pertanyakan apakah berasal dari hewan, tumbuhan atau mikroorganisme. Kalau hewan tentu harus jelas hewan apa dan bagaimana penyembelihannya. Sedangkan yeast extract yang menjadi titik kritis adalah asam amino yang berasal dari hewan.
2.) bahan penambah rasa
Bahan penambah rasa atau flavor selalu digunakan dalam pembuatan mie instan. Bahan inilah yang akan memberi rasa mie, apakah ayam bawang, ayam panggang, kari ayam, soto ayam, baso, barbequ, dan sebagainya. Titik kritis flavor terletak pada sumber flavor. Kalau sumber flavor dari hewan, tentu harus jelas jenis dan cara penyembelihannya. Begitupun flavor yang berasal dari rambut atau bagian lain dari tubuh manusia, statusnya adalah haram.
3.) minyak sayur
Minyak sayur menjadi bermasalah bila sumbernya berasal dari hewan atau dicampur dengan lemak hewan.
4.) solid ingredient
Solid ingredient adalah bahan-bahan pelengkap yang dapat berupa sosis, suwiran ayam, bawang goreng, cabe kering, dan sebagainya. Titik kritisnya tentu pada sumber hewani yang digunakan.
5.) kecap dan sambal
Kecap dan sambal pun harus kita cermati lho. Kecap dapat menggunakan flavor, MSG, kaldu tulang untuk menambah kelezatannya. Sementara sambal menggunakan emulsifier untuk menstabilkan campurannya. Emulsifier dapat berasal dari sumber hewani yang harus kita ketahui dengan jelas.
2.8 Dampak Makanan Siap Saji
2.8.1 Manfaat Makanan Siap Saji
Makan siap saji yang beredar saat ini tercatat 500 – 600 jenis (Media Indonesia, 2003). Jenis tersebut terdiri dari minuman dan makanan yang diproduksi dalam skala kecil dan besar. Ketersediaan makanan siap saji ini akan memberikan kemudahan pemilihan jenis makanan, keragaman makanan, kualitas makanan dan praktis.
2.8.2 Bahaya Makanan Siap Saji
World Health Organization (WHO) dan Food and Agricultural Organization (FAO) menyatakan bahwa ancaman potensial dari residu bahan makanan terhadap kesehatan manusia dibagi dalam 3 katagori yaitu : 1) aspek toksikologis, katagori residu bahan makanan yang dapat bersifat racun terhadap organ-organ tubuh, 2) aspek mikrobiologis, mikroba dalam bahan makanan yang dapat mengganggu keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan, 3) aspek imunopatologis, keberadaan residu yang dapat menurunkan kekebalan tubuh.
2.9 Dampak Penyimpangan Mutu dan Masalah Keamanan Pangan
Ada empat masalah utama mutu dan keamanan pangan nasional yang berpengaruh terhadap perdagangan pangan baik domestik maupun global (Fardiaz, 1996), yaitu:
Pertama, produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan mutu keamanan pangan, yaitu: (1) Penggunaan bahan tambahan pangan yang dilarang atau melebihi batas dalam produk pangan; (2) Ditemukan cemaran kimia berbahaya (pestisida, logam berat, obat-obat pertanian) pada berbagai produk pangan; (3) Cemaran mikroba yang tinggi dan cemaran microba patogen pada berbagai produk pangan; (4) Pelabelan dan periklanan produk pangan yang tidak memenuhi syarat; (5) Masih beredarnya produk pangan kadaluwarsa, termasuk produk impor; (6) Pemalsuan produk pangan; (7) Cara peredaran dan distribusi produk pangan yang tidak memenuhi syarat; dan (8) Mutu dan keamanan produk pangan belum dapat bersaing di pasar Internasional.
Kedua, masih banyak terjadi kasus kercunan makanan yang sebagian besar belum dilaporkan dan belum diidentifikasi penyebabnya. Ketiga, masih rendahnya pengetahuan, keterampilan, dan tanggung jawab produsen pangan (produsen bahan baku, pengolah dan distributor) tentang mutu dan keamanan pangan, yang ditandai dengan ditemukannya sarana produk dan distribusi pangan yang tidak memenuhi persyaratan (GAP, GHP, GMP, GDP, dan GRP), terutama pada industri kecil/rumah tangga. Dan keempat, rendahnya kepedulian konsumen tentang mutu dan keamanan pangan yang disebabkan pengetahuan yang terbatas dan kemampuan daya beli yang rendah, sehingga mereka masih membeli produk pangan dengan tingkat mutu dan keamanan yang rendah.
Tabel 2.1 Penyimpangan mutu dan keamanan pangan.
PENYIMPANGAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN | ||
PEMERINTAH | INDUSTRI | KONSUMEN |
Penyelidikan dan penyedikan kasus Biaya penyelidikan dan analisis Kehilangan Produktivitas Penurunan ekspor Biaya sosial sekuriti Penganguran | Penarikan produk Penutupan pabrik Kerugian Penelusuran penyebab Kehilangan pasar dan pelanggan Kehilangan kepercayaan konsumen (domestik dan internasional) Administrasi asuransi Biaya legalitas Biaya dan waktu rehabilitasi (pengambilan kepercayaan konsumen) Penuntutan konsumen | Biaya pengobatan dan rehabilitasi Kehilangan pendapatan dan produktivitas Sakit, penderitaan dan mungkin kematian Kehilangan waktu Biaya penuntutan/pelaporan |
2.10Keamanan Pangan Terhadap Makanan Siap Saji
2.10.1 Keamanan Secara Internal
Mengurangi konsumsi makanan siap saji, meningkatkan konsumsi sayur dan buah-buahan serta mengkonsumsi vitamin. Beberapa vitamin diduga mengandung zat antikarsinogen diantaranya adalah Vitamin A, C, E banyak terdapat dalam sayur dan buah; asam folat terdapat dalam brokoli, bayam dan asparagus: Betakaroten, Vitamin B3 (niasin), vitamin D dalam bentuk aktif (1.25-hidroksi) terdapat pada mentega, susu, kuning telur, hati, beras dan ikan.
Memberi pengertian pada keluarga tentang bahaya zat aditif, mengawasi, mengontrol pemberian dan penggunaan uang jajan dan membiasakan membawa bekal makanan sehat dari rumah.
2.10.2 Keamanan Secara Eksternal
Produsen; diperlukan kesadaran dan tanggung jawab produsen terhadap penggunaan zat aditif pada bahan pangan yang diproduksikan, memberikan informasi yang jelas komposisi makanan termasuk zat aditif yang ditambahkan.
Pemerintah; melakukan pengawasan dan menindak tegas produsen yang melanggar aturan yang berlaku. Meneruskan kegiatan PMT-AS (Program Makanan Tambahan-Anak Sekolah) dengan memanfaatkan sumber makanan lokal.
Non-pemerintah (LSM); memfasilitasi terbentuknya kelompok konsumen, mendorong peran serta masyarakat sebagai pengawas kebijakan publik, mengantisipasi kebijakan global yang berdampak pada konsumen, melakukan pengawasan dan bertindak sebagai pembela konsumen.
2.11Kebijakan Sistem Mutu dan Keamanan Pangan
Kebijakan Nasional tentang Mutu dan Keamanan Pangan telah disusun secara lintas sektoral dengan melibatkan berbagai Departemen dan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang terlibat dalam pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan. Kebijakan Mutu dan keamanan Pangan nasional tersebut adalah sebagai berikut (Kantor Menteri Negara Pangan: 1997:
1. Meningkatkan mutu dan keamanan pangan melalui penelitian dan pengembangan, pengembangan peraturan perundang-undangan serta kelembagaan.
2. Meningkatkan mutu gizi pangan dalam upaya meningkatkan status gizi masyarakat.
3. Memberikan jaminan bahwa pangan sebagai bahan baku industri maupun konsumsi, bebas dari kontaminasi bahan kimia, biologi dan toksin, serta tidak bertentangan dengan keyakinan yang dianut oleh masyarakat.
4. Menerapkan secara terpadu sistem jaminan mutu dan keamanan pangan sejak pra produksi, selama proses produksi sampai konsumen baik dalam pembinaan maupun pengawasan melalui Program Sistem Mutu dan Keamanan Pangan Nasional.
5. Meningkatkan pengawasan melekat/mandiri (self regulatory control) pada produsen, konsumen, pengolah, pedagang, serta pembina dan pengawas mutu dalam melaksanakan jaminan mutu dan keamanan pangan.
6. Melarang memperadagangkan (ekspor dan impor) pangan yang melanggar ketentuan yang secara internasional telah disepakati bersama.
7. Melaksanakan sertifikasi dan menerebitkan sertifikat mutu produk pangan yang memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI) bagi produsen, eksportir dan eksportir produsen yang telah mampu menerapkan sistem manajemen mutu dan keamanan pangan.
8. Menjaga standar mutu yang tinggi dalam setiap aspek kinerja pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan secara terpadu.
9. Melaksanakan pemasyarakatan Program Mutu dan keamanan Pangan Nasional.
10.Pengembangkan sumberdaya manusia pembinaan dan pengawasan mutu pangan melalui pendidikan dan latihan.
DAFTAR PUSTAKA
http://en.wikipedia.org/wiki/Food_safetyhttp://en.wikipedia.org/wiki/Food_safety
http://www2.kompas.com/kompas- cetak/0110/24/opini/keam30.htm
6522e0daaf6b1c8227dc1bf4aa&
http://ariefbudi.wordpress.com/2007/06/09/iso-22000-industri-pangan/
http://118.98.213.22/aridata_web/how/m/makanan/4_Bahan%20Pangan.pdfhttp:// 118.98.213.22/aridata_web/how/m/makanan/4_Bahan%20Pangan.pdf